Minggu, 28 September 2014

Saya Adalah Seorang Pramuka Selama Sekolah


Semenjak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, Pramuka adalah satu-satunya kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) yang selalu saya ikuti. Tapi bukan karena saya adalah siswa yang sangat teguh menjalankan sepuluh dharma Pramuka (tacipaparerahedibersu; saya sangat hapal singkatan ini, kalau kepanjangannya sih lain cerita), melainkan karena di beberapa sekolah, Pramuka adalah salah satu ekskul wajib. Sebenernya waktu SMA sih ada dua pilihan: Pramuka & PMR; saya pilih Pramuka karena itu adalah ekskul yang paling banyak peminatnya. Dengan banyak peminat, otomatis saya bakal banyak temen (buat berangkat ekskul). You know lah, ekskul kan kegiatan di luar kurikulum, pasti mengambil waktu di sore atau di hari libur, jadi kalau banyak temen buat berangkat ekskul kan lebih enak. Iyo iyo, aku ki cah mainstream.

SD adalah waktu di mana Pramuka itu wajib buat beberapa siswa kelas 5 dan 6 yang terpilih. Saya adalah langganan dipilih, ya gimana lagi I was the head of class, one of the brightest students, and the cutest according to my family hehehe. Ada setidaknya dua hal yang bisa saya ingat kalau bicara tentang Pramuka, hal pertama sangat memalukan buat saya jadi nggak usah saya ceritakan hehehe, jadi saya akan cerita hal yang satunya lagi.


Setiap bulan Agustus, untuk memperingati hari Pramuka, ada kegiatan kemah tiga hari yang diikuti semua Sekolah seantero Kecamatan, tak terkecuali sekolah saya. Kalau kemah, pasti banyak kegiatan yang diikuti, kaya hiking, lomba pentas seni, lomba semaphore, dan lain-lain. Salah satu kegiatan yang diadakan waktu itu adalah lomba mengumpulkan tanda tangan. Di kemah itu kan ngumpul semua anak sekolah se-Kecamatan, jadi mungkin panitia berinisiatif mengadakan lomba mengumpulkan tanda tangan biar terjadi interaksi antar peserta sehingga mempererat persatuan dan kesatuan demi menciptakan hubungan baik yang kuat dan berkelanjutan (ini kebanyakan baca siaran pers….). Saya sebagai seorang Pramuka yang menyandang predikat role model yang baik untuk temen temen saya pun mau tak mau ikut dalam lomba ini, walaupun, naturally, saya seorang pemalu dan nggak gampang akrab sama orang. Selama 3 hari saya mencoba mengumpulkan banyak nama dan tanda tangan peserta, tapi ya karena saya pemalu, saya  Cuma berhasil mengumpulkan sedikit. Temen satu regu pun begitu, mereka berkeliling ke tenda-tenda untuk memburu tandatangan, tapi ada seorang yang kerjanya hanya bermain dan tidur tiduran di tenda. Sementara yang lain sibuk mengisi buku catatannya dengan nama dan tanda tangan peserta kemah, dia kelihatan malas dan acuh. Mungkin memang dia malas ikut lomba, pikir saya. Pada hari terakhir kemah, diumumkan pemenang dari berbagai lomba yang diadakan panitia, salah satunya lomba mengumpulkan tanda tangan itu. Saya kaget bukan kepalang saat mendengar nama temen saya diumumkan sebagai pemenang lomba mengumpulkan tanda tangan. Iya, temen saya yang males itu. Dia sambil cengar-cengir penuh rasa kemenangan maju ke podium untuk menerima hadiah. Senyumnya kaya bilang “makan tuh kalian yang rajin, nih gue yang males-malesan yang juara.” Saya heran kenapa dia yang menang, saya nggak pingin menang sih, tapi saya tau pasti kalau dia cuman tidur-tiduran di tenda, mana bisa dia menang. Apakah dia punya teknik perkenalan tertentu?  teknik multi level marketing atau sejenisnya mungkin? Apakah dia diam-diam kalau malam bergerilya tenda demi tenda? Ataukah dia punya database peserta yang sangat lengkap? Saya tak habis pikir. Namun, usut punya usut, rahasianya sederhana; dia ternyata nggak “cuma tidur-tiduran di tenda,” sembari malas malasan, dia memalsukan nama orang dan memalsukan tanda tangannya. Hhhmmm nggak memalsukan juga sih, technically dia ngarang nama banyak orang dan tanda tangannya. How slithery is that for an elementary school kid. Saya aja nggak kepikiran sampai ke situ. Tapi apa ya segampang itu kakak kakak Pembina pramuka itu percaya? Bukannya bisa kelihatan dari tulisannya ya, atau variasi tanda tangannya? Nggak tau lah saya.    

Jumat, 19 September 2014

Hehehe (bingung kasih judul)

I

Sabtu Malam, 19.34

Di ujung sofa merah, seorang gadis belasan tahun terlihat sibuk mematutkan letak buku di meja dan secangkir teh hangat agar terlihat bagus dan artistik. Sejurus kemudian, ckrek…ckrek… suara shutter dari ponsel pintarnya terdengar. “yap…bagus nih,” gumamnya setelah menyeka layar ponselnya untuk memilih hasil jepretan dari sebuah buku dan secangkir teh hangat yang dia tata tadi. Tak berapa lama, hasil foto pilihannya telah terpampang di berbagai jejaring sosial yang dia miliki; facebook, instagram, twitter, dan yang lagi hits: path. “a good book and warm tea: my perfect Saturday night date” begitu bunyi caption untuk foto tersebut.   Beberapa waktu setelahnya, bisa ditebak apa yang dilakukan gadis itu….. bukan….bukan membaca buku sambil menikmati hangatnya jerangan daun teh. Iya betul, waktu dia kemudian dihabiskan untuk membalas komen untuk fotonya di semua jejaring sosial miliknya.

II

Minggu petang, 15.37

Seorang lelaki sedang duduk menikmati 15 menitnya di atas sofa pijat di sebuah pusat perbelanjaan. Sebuah cara yang cukup murah untuk sekedar mengusir penat. Hanya dengan 5 ribu rupiah saja, punggung anda bisa dipijat secara otomatis selama 15 menit. Lelaki itu sedang menikmati 15 menit keduanya sambil tersenyum senyum memandangi layar ponsel pintar. Jemarinya lincah berseluncur di layar 4 inchi yang menampilkan semua aplikasi jejaring sosial. Namun mukanya mendadak terlihat kaget, lalu dia terlihat menggenggam tangan seorang wanita yang juga sedang duduk di kursi pijat, di sebelahnya. Rupanya pacarnya pun juga sedang dipijat secara otomatis di sana. Terlihat lelaki itu seperti merayu dan memohon. Di sebelahnya, sang pacar terlihat menekuk mukanya, bibirnya agak monyong, dan matanya terpaku ke ponsel pintarnya, nggak mau berpandangan dengan pacarnya yang ada di sebelahnya. Usut punya usut, ternyata sang wanita marah karena merasa dicuekin, lagi ngedate kok malah pasangannya lebih sering menatap layar ponselnya daripada menatap dia. Sang lelaki menyadarinya setelah dia melihat status bbm yang diposting oleh pacarnya itu.
Hmmmmm ngedate kok di kursi pijat. Heheh


Ya, mereka semua meminta PERHATIAN. That’s the thing  we all can’t live without. Admit it.

XoXo,

Haru

Selasa, 16 September 2014

Arisan Blogging Edisi 2

Mulai hari ini, saya resmi ikutan kegiatannya temen-temen kantor, arisan blogging. Setiap seminggu sekali, dikocoklah arisan yang berisi tema artikel pilihan dari masing-masing anggota. Setelah tema “horror” di minggu pertama, tema minggu ke dua adalah “beby.” Saya girang bukan kepalang, saya merasa tema ini memang khusus ditujukan untuk saya. Iya, karena saya seorang bebyoshi. Jadi Beby Chaesara Anadila adalah seorang anggota idol grup terkemuka yang lahir di…. (Ru plis stop….cuman Niwa yang ngerti, ntar digaplokin temen-temen arisan lho). Ternyata temanya “baby” bukan “beby” ….. huuuuu penonton kecewa. >.<
paragraf di atas cuman alesan biar bisa pasang foto dek beby :3


Bayi, akan mengubah hidup orang yang dikaruniainya. Saya ingat percakapan saya dengan seorang temen.

Di dalam lift
Saya: “eh, lagi sibuk apa?”
Teman Saya: “biasa Ru, sibuk cari duit”
Saya” “ooh..”

Jawaban temen saya bener-bener unexpected. Bahkan pertanyaan saya pun sebenernya hanya sebuah ice breaker, I didn’t really mean to find out what he was up to. I was like, are you the same guy I know? Or maybe I didn’t know you that good all along.
Ternyata, memang ada yang berubah. Temen saya itu baru “punya” bayi, yang kedua. Dengan dua tambahan jiwa yang harus dia tanggung, dia juga (mau tidak mau) harus berubah (?). Sementara itu, saya, yang juga punya bayi, ditanya oleh temen “Ru, apa perubahan yang kamu rasakan setelah jadi ayah?” dan saya nggak bisa jawab. Hehehe.
Tapi, jujur, setelah menjadi ayah, saya jadi lebih peka sama segala sesuatu tentang bayi. Dulu, saya selalu bingung kalau habis liat bayi (yang baru lahir) terus ditanya, ganteng/cantik gak bayinya. Serius, buat saya waktu itu, muka bayi semua sama, kaya gitu-gitu aja. Tapi, setelah punya bayi….kayanya mata saya dibuka, bayi jadi kelihatan beda-beda, tapi tetep, yang paling cakep ya anak sendiri hehehehe. Seperti kata filsuf Yunani, “bebek ya silem, duweke dewek ya dialem.”  Kedua, setiap baca berita (yang jelek) tentang anak kecil, langsung tersentuh, pengen mewek (halah itu mah emang cengeng kayanya). Ketiga, sungguh tersiksa ketika lihat anak sakit, sampe sampe pengen mindahin sakitnya ke badan saya. Dulu, mana terpikir saya masalah seperti itu.

Tapi, misalnya saya ditanya lagi “apa artinya jadi ayah,” insya Allah sekarang saya juga masih nggak bisa jawab. Hehehehe. Kenapa ya, it’s far beyond my imagination. It feels bigger than all my blessings I could count






Gerradishti Yuna Pragyapramatya
   

Senin, 15 September 2014

Kos Kosan

Saya ini anggun kalo kata temen-temen saya. Bukan, bukan anggun yang eksotis dan jadi juri kontes nyanyi. Anggun = Anak (ng)Gunung. Iya, rumah saya di kaki gunung, dan as a consequence, demi melanjutkan mimpi, sebagian besar hidup saya dihabiskan bukan di tempat lahir saya (di kaki gunung). Semenjak saya menginjak bangku SMA (dih nggak sopan ya, berdiri di bangku) saya harus tinggal di rumah induk semang alias kos kosan. Kehidupan kos kosan berlanjut hingga saya kuliah dan bekerja di kota besar. Dan demi menjawab tantangan arisan blogging, yang baru saja saya dikonfirmasi menjadi bagiannya, saya harus menulis artikel dengan tema “horor.” Kebetulan ada kejadian horor yang menyambangi saya di kos kosan. Begini ceritanya (ah jadi inget acara hantu-hantuan itu…Kismis…Kisah Misteri).

Kos kosan saya adalah sebuah ruko (rumah toko) berlantai tiga yang berada di Jakarta Pusat. Ini kos kosan kedua saya selama di Jakarta. Saat saya pindah ke kos kosan ini, penghuninya hanya ada beberapa, mungkin kos kosan ini baru dibuka. Kamar saya ada di ujung koridor di lantai dua, saling berhadapan dengan kamar temen kuliah saya dulu yang kebetulan juga bekerja di tempat yang sama dengan saya. Sebetulnya saya sudah mendengar beberapa cerita seram mengenai kos kosan ini dari beberapa penghuninya, namun (waktu itu) saya belum dikaruniai kesempatan untuk mengalaminya langsung. Hingga pada suatu malam (ini pas banget kalo diisi sama sound effect ala horor….jenggg jeeenggg!!!) saya sedang bermain PlayStation sendirian di dalam kamar, waktu itu sekitar pukul 02.00 pagi. Di tengah asyiknya saya memainkan batang kenikmatan (joy stick), samar-samar saya mendengar suara langkah kaki di koridor depan kamar saya. Bukan langkah kaki juga sih, lebih seperti kaki yang diseret …. Sreeek…sreeek..sreek..gitu. Ah mungkin temen saya (yang kamarnya di depan kamar saya) habis dari toilet, pikir saya. Suara seretan kaki itu berhenti di depan kamar saya, ya karena kamar saya berada mentok di ujung koridor. Saya tunggu beberapa lama untuk mendengar suara orang membuka pintu, soalnya saya masih berpikir itu suara langkah kaki temen saya. Namun, nggak ada suara apapun. Dan kemudian….. tengkuk saya terasa tebal, bulu kuduk saya meremang. Ini pertama kalinya saya merasakan sensasi bulu kuduk meremang, eh nggak ding kalo pas pipis juga kadang bulu kuduk juga meremang ya…etapi beda sih sensasinya (apa dah). Kalo kata orang sih, salah satu tanda kehadiran mahluk halus adalah bulu kuduk meremang.  Tapi saya nggak tau waktu itu beneran ada mahluk halus apa yang nyamperin ke kamar saya, soalnya saya langsung ketakutan dan membesarkan volume televisi kemudian melanjutkan main PlayStation sampai pagi hehehe.

Esoknya, saya tanya temen saya yang kamarnya berhadapan dengan kamar saya, ternyata dia juga mendengar suara srek srek itu. Hiiiyyyy. Sejauh ini, that was the closest thing to me to that makhluk halus thingy. Nggak serem ya? 

Sebenernya cerita horror di kos kosan itu masih banyak sih, tapi bukan saya yang mengalami. Beberapa temen kos kosan ada yang pernah “dikasih lihat” nenek-nenek gendong anak, padahal nggak ada nenek-nenek yang ngekos di situ. Bahkan ada yang ngaku kalau pintu kamarnya pernah diketok tengah malam, pas dibuka…jreeenggg…ada pocong di depan pintu. Sebenernya saya agak nggak percaya sama cerita itu, lha gimana si pocong mau ngetok pintu kalo kostumnya gitu, tangannya kan diiket ya hehehe. Tapi saya betah sih di kosan itu, walaupun ada hantunya, tapi ada juga nilai plusnya. Di situ, salah satu anggota girlband cherrybelle pernah ngekos, mayan pemandangan hehehe.