Kamis, 12 April 2012

The Raid


Oke oke, emang telat banget saya nulis tentang film ini, tapi emang saya baru nonton sih :D. Saya tahu tentang film ini udah agak lama dan tergiur karena berita mengenai film ini begitu santer dan mayoritas positif. Jadi saya excited banget sama pemutaran film The Raid ini, apalagi melihat fakta bahwa Hollywood pun tertarik memproduksi ulang, bahkan Mike Shinoda of Linkin Park juga terlibat dalam scoring film ini. Wah pasti seru sekali. Saya tonton tuh trailer-trailer yang lalu lalang di internet, dan wow, kelihatannya bakal keren, ada film Indonesia dengan aksi yang menegangkan dan adegan berantem yang seru (saya memang fans berat film-film tentang bela diri hehehe). Tapi apa daya, pacar saya gak doyan nonton film macam ginian, jadi nggak bisa saya ajakin nonton. Tapi mending pacar saya gak saya paksa nonton film kaya gini, nanti konsekuensinya saya disuruh ikut dia nonton film vampire yang bersinar-sinar dan suka berantem sama manusia serigala -____-.

Nah, malam kemaren, saya dan temen saya akhirnya nonton film The Raid di Metropole. Dengan segala ekspektasi saya yang didapat dari denger cerita orang, baca berita, dan nonton trailer The Raid, saya duduk manis di dalam studio 4 Bioskop Metropole tepat pukul 19:15. Dan, setelah kira-kira 1,5 jam, film pun selesai, tapi ternyata ekspektasi saya kurang terpenuhi, kaya nggak orgasme (sok tau dah, emang pernah? Hehehe). Nggak, saya nggak mau cerita tentang alurnya, penokohannya, atau akting para aktornya….nggak, saya nggak ngerti masalah gitu-gituan hehehe. Tapi ekspektasi saya yang bakal melihat aksi berantem seru dan menegangkan itu yang tidak terpuaskan. Uummm gimana yaaa, kurang ‘indah’ kalo menurut saya. Oke, banyak aksi berantem yang keren, yang belum pernah saya lihat sebelumnya di film-film aksi Indonesia manapun, baik itu film aksi yang menampilkan naga terbang atau yang tidak. Tapi buat saya aksi itu lebih menjurus ke sadis. Yaaa mungkin emang dibuat sedemikian rupa agar berantemnya kelihatan nyata, efektif, dan tidak terkesan mengada-ada. Tapi itu menjadikan aksi berantemnya kelihatan uummm kurang berseni, harusnya pengarah gaya nya lebih bisa mengeksplore adegan-adegan berantemnya biar kelihatan lebih menarik.

Coba deh bandingkan dengan film Thailand yang berjudul Ong Bak! Udah pernah nonton kan? Kalo belum, gih sana donlot dulu hehehehhe. Film ini memiliki beberapa adegan yang sangat mudah diingat, dan berkesan, sampai-sampai ketika melihat adegan tersebut di video atau di film lain, saya bisa langsung inget “oooo ini kaya yang di film Ong Bak nih.” Salah satu adegan favorit saya adalah saat si Tony Jaa (pemeran utama film Ong Bak) itu dikejar-kejar sama bandit, terus didepannya ada dua orang menggotong sebuah gulungan kawat berduri, daan tanpa di duga si Tony Jaa melompat menerobos gulungan kawat berduri tersebut dengan cara yang tidak biasa, meluruskan kaki dan badan ke depan sambil menerobos kawat berduri, dan saya langsung berkomentar “anjiiiiir.” Adegan itu masuk dalam 10 top stunts di sebuah website. Dan tak terhitung beberapa gerakan yang bikin saya me-rewind dvd player saya hanya untuk melihat lagi adegannya, sampai segitunya lho!

Di Ong Bak, bela diri yang ditampilkan adalah Muay Thay, bela diri tradisional Thailand yang mengandalkan serangan siku, lutut, dan tendangan  (sering disebut dengan Thai Boxing). Dan banyaaaak sekali tendangan tendangan yang membuat saya melongo dan berkata “anjir, bisa ya kaya gitu.” Di The Raid ini, pemeran utamanya mempunyai dasar bela diri Silat, seharunya ini adalah kesempatan buat mempromosikan bela diri asli Indonesia, yaaa walaupun ssebenernya sih udah terkenal, banyak orang-orang dari luar negeri yang belajar dan mendalami Silat. Iko Uwais (pemeran utama di The Raid) emang jago banget, gerakannya keren, tapi ya itu, penata geraknya kurang berimprovisasi mungkin. Aksi aksi akrobatik dan stunts yang memorable sangat kurang deh saya rasa. Tapiiiii, on top of that, saya salut banget deh, Indonesia sudah bisa bikin film laga yang seperti ini, tanpa ada naga terbang dan monster raksasa hehehehhe. The score is 7 out of 10 in my opinion. Dan film ini pun bertaraf internasional…keren! Eh tapi ada yang cukup memorable buat saya di film The Raid, yaitu kata-kata si preman yang kayaknya berasal dari Indonesia Timur “Jangan bikin saya muak, kalo saya muak, saya bisa menggila” hehehehehe
Bravo film Indonesia!!

Senin, 09 April 2012

See You, Letters!

At the first glance, you would say “dude, it should be ‘later’ not ‘letter’ shouldn’t it.” Ah okay, I like your grammar-nazi spirit…but save it for another day, because this time it is intentional. I thought of such response too at first, but then I rethought of it and smiled, the one who made this phrase is surely genius. And yes, he is yet a genius of words, a friend of mine who took the “Literature path” at the college (FYI mine was “Linguistics path”) made this phrase. That phrase was the title of the reunion or yeah we can say a homecoming party of the students of English Department, Faculty of Letters, Diponegoro University class of 2003. Thus, I presume, you now understand why the word “Letters” appeared in the title.

This is the first reunion party for the class of 2003 after the graduation, ya although there are several friends that have not made it yet to the graduation (or will never? I don’t know :D). We attended the reunion with worries in our heart: worry of the awkward atmosphere that may arise for we have not met for quite few years, worry of meeting that one who introduced the taste of heartbreak, worry of meeting one that has always been the reason of all the sleepless nights but she/he doesn’t even know it, and on top of those is worry of there will be only few people attend (because that will affect on how much we have to pay LOL).

Fortunately, the “organizing committee” dedicatedly worked their ass to invite our friends. They called them personally and asked them whether they would come or not. The committee reported that about 30 people will attend the party. On the first hour after the scheduled time, our optimism was wearing thin, there were only about 5 of us appeared. After one hundred and twenty minutes waiting, we agreed to start the party even though there were only 18 of us showed up (plus 6 significant-others of several friends).

Our worry of that awkward time suddenly disappeared; the spirit of the college time was surprisingly still there. Jokes, mockeries, and laughs we had back there in the college times were brought on surface. All memories we had in the college came out one by one. It was a great party, a great memory, great laughs, and great friends. Time does the aging for our body, but the kid inside surely weathers out the storm.

See You, Letters! Hope we can see us later!