Kamis, 26 Januari 2012

Untukmu

Untukmu penghuni pelupuk malam ku
yang mengatupkan kantuk diujung hari
semua sunyi yang tak terperi
hanya untukmu

Kata tak berbunyi
Puji ku larut bersama titik gerimis pagi
Berlari dibelakang pencari matahari
Tapi tak keluar dari hati

Untukmu penyebab resah
Puisiku larut dalam hujan yang tumpah
Tempias angin yang melewati lembah
Maka berhentilah, tagihmu hentikanlah

Untukmu, maaf
Untukmu, aku serakah
Rinduku tak kutumpah di kertas
Maaf, aku serakah

Selasa, 17 Januari 2012

Something among “Aku” “Kamu” and “Gue” “Lu”


My friend once told me that he feels uncomfortable living in Jakarta. He is a college friend of mine, a Javanese and spends most of his time living in Central Java, thus consequently he uses Javanese language almost every time. He complained that he feels uncomfortable with the Indonesian language of the Jakartans. Of course he knows, and uses Indonesian language quite well, but as you know language is commonly prone to the cultural influence, hence the Indonesian language he speaks in Central Java is a bit “different” from that of Jakartans, since the cultural differences occurring between Central Java and Jakarta culture). He said that his friends laughed at him because he uses “aku” to express “I” and “kamu” to express “you.” Yes, those words are Indonesian language; actually “aku” is also the term Javanese uses to express “I,” and those are not the things to laugh at, as my friend thought. The problem is that, Indonesian Language of the Jakartans is heavily influenced by the indigenous cultures on the inhabitant race, Betawi. Betawi doesn’t use “aku” or “kamu,” it uses “gue” and “lu” to express “I” and “you.” Thus, Jakartans often use the words “gue” and “lu.” Apparently those words made my friend felt uncomfortable. Javanese seldom or I can say never, uses those words, and my friend as a Javanese, felt that uncomfortable. In the other hand, the Jakartans feel that the words “aku” and “kamu” rather uummmmm too intimate to be said to a friend, moreover by males. The story would be different when the words “aku” and “kamu” are used by couples, lovers to call each other…it will be considered as normal, but not for “male to male.” 


I do understand what my friend felt, because I had the same feeling when I was still a new kid on the block in Jakarta. Saying “gue” and “lu” seemed awkward and strange for my tongue, but actually it just needs time for my tongue to get use to those words.
The reason why the words “gue” and “lu” (which were, from an article I just read, derived from ancient hokkien – Chinese- language) seem to be uncomfortable for my tongue, in my opinion, relates to cultural or social reason. Jakarta, where the “gue” and “lu” often spoken, is considered to be more “advanced” city than the other, thus the residents as well as the culture, in this case the language, are also considered as more advanced. People from, for example, my village that has been staying for a long time in Jakarta, often uses (Jakarta) Indonesian language to speak with his/her friends or relatives in the village. For me, they show an arrogance saying that “I am living in Jakarta, I speak like Jakartans, hence I am cooler, more advanced, and smarter than you guys villagers.” But yeah, that is my opinion. 


In fact, for me there is no language that is better of more advanced than other language. They have the same level except those dialects intended to show the politeness level, that is a different case.

Ah suddenly I remember what I learned at my college, about code mixing and code switching. Those are linguistics phenomenon about changing or mixing the language you are using. Code mixing means that you mix languages when you speak. Cinta Laura is the most famous practitioner of code mixing. She mixes Indonesian and English, and even she brings code mixing to a higher level by using English accent in Indonesian language LOL. The purpose of this code mixing may vary, showing his or her cleverness or social level, or maybe the speaker couldn’t find the word that explains what he or she means. In the other hand, code switching is a phenomenon of changing languages, using two or more language interchangeably. For example when you are speaking to an Indonesian, you use Indonesian language, but then when a foreigner, say an American, comes joining, then you switch and use English instead. Darn, I should stop here, I am not lecturing linguistics LOL.
The matter is that, yes, each word or language has different “feeling,” but they all are at the same level. Do not be ashamed, inferior (BTW: I just found out that the word “minder” – Indonesian word for “inferior”- is a German word that also means “inferior” :D ) using your own language, or whatever language you know. But the one to be noted is that you must adapt to anything, including in the area of “language.” Use the language spoken in where you are living in (gosh, my sentence is confusing LOL). 


I think I am mumbling too much that I lost my focus in this writing hahahahaha, okay then, about “aku” “kamu” “gue” and “lu” it is that…yeah…those are choices. We can use any of them, never be ashamed, never hesitate…..but one thing for sure, adapt! Use the right word at the right time, at the right place, and to the right person. :D

PS: for those who asked, "why the hell you put SNSD's picture on this post".... it is just because..... I just like.... *period* LOL

Selasa, 10 Januari 2012

MOVE ON


Kemarin sore, waktu saya sedang melakukan salah satu kegiatan utama saya (kegiatan-you-know-lah…main PS), ada seorang teman yang sejenak melintas *cieee bahasanya* sambil berkata “wah Haru nih, main pe-eeeess teruuusss.” Dan…kalimat tersebut terhujam tepat di jantung saya, terngiang-ngiang di kepala saya, tertanam di lubuk hati terdalam, dan terpatri selamanya dalam perasaan *apa sih Ru? STOP!*, oke intinya kata-kata temen saya itu berhasil membuat saya berpikir “iya ya, kok saya begini-begini aja ya” dan segera setelah mendengarnya, saya putuskan untuk tetap melanjutkan main PS #sikap. Saya jadi teringat dengan salah seorang PS-mate saya (maksudnya temen main PS) yang beberapa waktu lalu hampir setiap hari bertanding PS dengan saya selepas pulang kantor. Seringkali saat bermain, dia berkata “kita kok gini-gini aja ya, kerja  - main PS, kerja - main PS,” dan selalu saya tanggapi dengan senyum, ya karena memang saya tak bisa menyangkalnya; dan you know what, sekarang si-teman-main-PS saya itu sudah memegang tiket emas untuk sekolah ke Jepang. DANNGGGG!!! Saya, sekali lagi, ditampar oleh kenyataan. Saya merasa tidak punya teman, terlebih dua teman seangkatan waktu kuliah dulu yang sekarang kebetulan ada di instansi yang sama juga masing-masing sudah mendapatkan tiket emas semacam itu. Luka menganga yang dibalur air garam……periiihhhh jenderal, periiihhhh *note: baca kalimat “perih jederal perih” tidak perlu pake melenguh, nanti dikira salah satu adegan film por…ah sudah lah, imajinasimu terlalu liar Ru.*

Seperti di posting yang sebelum ini, ya memang saya orang yang tidak suka dengan perubahan dan terlalu nyaman di zonanya. Mungkin itu menjelaskan kenapa saya nyaman-nyaman saja saat menjalani pacaran *ehm* selama 5 tahun dengan rutinitas ke kampus-ke kosan pacar-main poker-makan malam-pulang ke kosan dan begitu seterusnya hampir setiap hari, yeah when I say hampir setiap hari, I mean it. Teman saya sering bertanya “apa gak bosen Ru, ketemu setiap hari sama pacar kamu?,” dan saya jawab “enggak tuh,” dan dia tanya lagi “kok bisa ya?” dan saya jawab “ya karena memang saya nggak bosen.” Tapi mungkin jawaban terbaik yang saya punya ya karena saya menikmatinya, segala keajegan itu, kenyamanan itu, dan in the end, yang dicari semua orang adalah “kenikmatan” bukan? baik ragawi maupun spiritual. Ya saya mungkin enggan beranjak dari zona nyaman saya, saya mungkin tidak suka dengan perubahan mendadak, tapi tidak suka bukannya tidak mau……saya akan berubah, tapi I am waiting for the wind to turn; when is it? It is when the wind is turning! *lempar traktor*. Wah saya jadi ingat masalah mengubah status “pacaran” ke “menikah,” salah satu masalah yang nge hits untuk para lajang (yang berpasangan) di usia pertengahan 20an menjelang 30an. Karena saya dan pacar udah berpacaran cukup lama, jadi banyak yang nanya “kapan nikah” tidak terkecuali pacar saya sendiri, iya dia nggak nanya langsung sih, tapi ya intinya dia butuh kepastian “kapan” karena sudah jengah *cieee bahasanya, jengah* mendengar pergunjingan teman dan tetangga, sementara saya belum bisa menjawabnya. Saya belum bisa menjawabnya, karena saya merasa belum ada turning wind nya, I mean, if you are married because of tired hearing what people ask and say, then it is not right. The urge to marry has to come from yourself, from inside of you, because we are married not for other people, but for us. Screw what people say.

Balik lagi nyang leptop *okay okay this line is sooooo last years*. So masalah saya mengenai ke engganan beranjak dari zona nyaman ini memang latent, dan saya sadari itu, namun, saya merasa semua sudah ada waktunya, dan yang terpenting adalah saya menikmatinya *jangan ditiru ya hehhee*. Oh saya ketemu sama teman-teman baru dari komunitas yang baru beberapa bulan ini saya masuki, dan saya lihat mereka sangat aktif dan bersemangat, suka mencoba hal baru, suka bertualang, dan anehnya percikan semangat mereka membuat saya sedikit tersulut *hasyaahhh kaya samapah daun kering ye -____-*, apakah the wind has turned for me? Ah tak tau lah, nikmati saja hehehehhehe 


Minggu, 08 Januari 2012

Ciao, buon giorno....






Hooaaaaahm ternyata udah lama banget saya gak berkunjung ke blog ini, maaf ya *berasa punya banyak pembaca Ru? -_____-*. Bukannya saya gak punya waktu, bukan, tapi saya memang sibuk. Kegiatan utama saya (main PS, nonton video SNSD, pacaran *ehm* dan futsal) sangat menyita waktu, belum lagi buat tidur, twitter-an,.... waktu luang saya, saya manfaatkan buat bekerja di kantor.....jadi ya jarang banget buka blog ini, apalagi update...ckckckckkckc sibuk banget kan saya? *dilempar monas*


Eniwei, Happy New Year ya *iya tau tau...udah telat, eh lagian ngomong sama siapa sih? kaya ada yg baca aja -___-*...... gak kerasa udah tahun baru ke 3 saya di Jakarta ini, dan believe it or not, selama 3 malam tahun baru...saya nggak pernah merayakannya di tempat-tempat yang rame, padahal ke Monas cuman sepelemparan batu, ngesot sambil ngelindur juga nyampe.... Malam tahun baru pertama, dapat piket di kantor buat bikin release penutupan anggaran, tapi seru juga sih...pas jam 12 gitu, saya sama temen-temen naik ke lantai paling atas di kantor, trus liat kembang api dari seluruh penjuru Jakarta. Malam tahun baru ke dua, saya habiskan dengan main PSP dan baca novel di kosan. Malam tahun baru ke tiga, which is yang baru kemaren itu, saya habiskan dengan tidur dari jam 8 malem, capek cyiiinnn karena malem sebelumnya saya dapet piket penutupan anggaran (lagi) *ya walaupun pas jam 12 malem kebangun gara-gara suara kembang api sialan itu -_____-*.


Kalo ngomongin tahun baru, gak afdol ya kalo gak ngomongin resolusi? yakan? yadong! *stop Ru, adlib nya gak lucu tau -______-*. Dan seperti tahun baru yang sebelum sebelumnya, resolusi saya adalah.....uummmmmmm gak punya resolusi..... iya emang saya nggak pernah punya resolusi. Dan saya baru sadar kalau saya itu agak aneh, saya nggak suka perubahan (khususnya yang mendadak) tapi saya juga tidak suka membuat rencana. Ah iya, di tahun kemaren ada beberapa kekecewaan yang saya rasakan, pertama, I failed my scholarship test.....for the second time, itu beneran sebuah pukulan yang cukup bikin sedikit limbung *tsaaaah bahasanya*, terlebih, finding out that several of my good friends made it to the next phase....tambah bikin iri, bagai luka yang dibalur dengan garam *tsaaaah lagi*. Iya saya harusnya ikut seneng dengan keberhasilan mereka, saya seneng juga, tapi saya iri....hhmmm semoga rasa iri ini bisa memacu saya untuk lebih berusaha lagi biar lulus di test yang akan datang, semangattttt!!!!! *kemudian main PS lagi*. Kekecewaan berikutnya adalah, nggak smepet nonton SNSD live in concert di Singapura..., ya  ya ya mungkin agak berlebihan, tapi...tapi tapiiiii.....huwaaaaa jadi sedih lagi deh nih *perasaan lebih sedih gara-gara gak nonton SNSD daripada gak lulus ujuan beasiswa ya Ru? ckckckckc*.


Yaaa wis deh, kayaknya ide nya mampet lagi nih hehehhee, Happy New Year people!!!!


A Presto!! - see you soon, hopefully very soon -